Posted on : Majalah Properti Indonesia, October 2017
HARIZUL AKBAR NAZWAR, B.Eng., M.Ec.Dev., MAPPI (Cert.)
(Certified Property Valuer & Real Estate Analyst at Amin, Nirwan, Alfiantori & Partners Valuation Firm)

Tidak terasa program Tax Amnesty yang diawal di ragukan akan berhasil dan memenuhi target telah selesai dijalankan dan mendulang beberapa catatan manis. Pertama kali kebijakan Tax Amnesty digulirkan oleh Pemerintah adalah tertanggal 23 Agustus 2016 seiring telah di-undangkannya UU Pengampunan Pajak. Secara resmi, definisi pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam UU No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh beberapa sebab. Salah satunya adalah minimnya ruang fiscal Indonesia khususnya untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Presiden Jokowi yang dari awal memiliki visi misi didalam pemerintahannya yang dikenal dengan ‘Nawacita’ dimana salah satu poin nya adalah membangun dan mempercepat pembangunan infrastruktur tentu tidak bisa tinggal diam dalam menghadapi persoalan fiskal tersebut.

Tax Amnesty di Indonesia dapat dikatakan salah satu program tax amnesty yang paling sukses di dunia. Tercatat besaran dana repatriasi pajak hingga saat ini (periode ketiga) telah menyentuh nilai Rp 4.855 triliun yang terdiri dari deklrasi harga dalam negeri Rp. 3.676 trilun, deklarasi harta luas negeri Rp. 1.031 triluan dan komitmen repatriasi sebesar Rp. 147 triliun. Tax Justice Network (TJN) pada tahun 2010 melaporkan bahwa aset keuangan yang berada di Negara tax haven mencapai US$331 Miliar. Tentu dana tersebut cukup fantastis apabila dibayangkan dana tersebut dapat dibawa ke Indonesia. Maka tidaklah berlebihan apabila penulis beranggapan bahwa kebijakan tax amnesty ini layaknya oasis ditengah gurun.

Pasar properti saat ini mengalami kelesuan yang cukup dramatis sejak berlalunya fase booming di tahun 2013. Setelah masa itu, banyak pelaku pasar properti yang terlena dan tidak mempersiapkan diri untuk bisa bertahan di pasar. Namun data dari Bank Indonesia mencatat bahwa terjadi perbaikan peningkatan penjualan properti yang bergerak tipis sebesar 3,2% (yoy)  berdasarkan unit terjual dari tahun 2015-2016. Meskipun peningkatan ini tergolong rendah, namun hal ini merupakan sinyal bahwa siklus pasar properti sudah masuk dalam fase upswing. Harus diakui bahwa selama ini pertumbuhan sektor properti cenderung lesu dikarenakan besaran beban pajak seperti PBB, PPN dan PPnBM, dan BPHTB yang membuat investor menjadi enggan untuk melakukan investasi di bidang properti.

Masuknya dana repatriasi sebesar Rp. 147 Triliun diyakini akan memberikan stimulus terhadap pergerakan pasar properti yang cukup positif. Terdapat beberapa jalur yang berpotensi dilewati oleh dana patriasi yang saat ini disimpan pada instrumen perbankan, antara lain melalui pembelian saham properti di pasar saham, penyertaaan modal kepada pengembang, dan pembelian properti secara langsung. Aliran dana yang masuk kedalam sektor properti juga tidak melulu dari dana repatriasi, para wajib pajak yang telah melaksanakan tax amnesty dan memiliki dana segar, memiliki potensi untuk berinvestasi di sektor properti. Terbukanya kelonggaran fasilitas pinjaman oleh para developer kepada perbankan diyakini dapat membantu peningkatan sisi supply properti, dan disisi lain rasa aman terhadap tanggung jawab perpajakan yang dimiliki oleh para investor akibat dari keikutsertaannya dalam program amnesty pajak dapat meningkatkan sisi demand pasar properti. Tidak hanya itu, pemerintah juga saat ini telah meringankan beban pajak atas transaksi pengalihan Tanah dan/atau Bangunan dengan disahkannya PP Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diberlakukan per tanggal 8 September 2016. Hal ini merupakan bentuk perhatian yang cukup serius dari pemerintah untuk terus menggenjot pertumbuhan sektor properti di Indonesia.

Agenda Amnesti pajak di Indonesia juga akan memberikan dampak perbaikan pada likuiditas sektor properti Indonesia. Merujuk pada PMK No. 122/PMK. 08/2016, investasi di sektor properti merupakan salah satu opsi instrumen investasi yang dapat dipilih pada skema keuangan non-pasar. Hal ini yang diharapkan menjadi pemantik motivasi developer untuk mengembangkan proyek-proyek properti baru dengan memanfaatkan masuknya dana segar yang sebagian berasal dari amnesti pajak, baik yang berasal dari luar negeri ataupun dalam negeri.

Pada tahun ini, geliat sektor properti di Indonesia sudah mulai terlihat. Beberapa pembangunan properti baru seperti hotel, perkantoran, dan apartemen sudah mulai bermunculan di sekitar Jabodetabek dan beberapa kota besar di Indonesia. Bahkan, megaproyek real estate terbesar di Indonesia yaitu Meikarta dengan nilai investasi yang cukup fantastis yaitu sebesar 278 triliun rupiah telah dengan terang benderang mengungkapkan optimismenya bahwa kota baru Meikarta akan menjadi pusat perekonomian baru dengan ribuan unit apartemen, perkantoran, rumah sakit, dan fasilitas penunjang di dalamnya. Dengan segala bentuk pro kontra nya, pembangunan kota Meikarta yang cukup gegap gempita menandakan fase baru kompetisi pasar properti di Indonesia tengah berlangsung.

Harus diakui bersama bahwa pasar properti merupakan suatu pasar yang sangat rentan terhadap kebijakan pemerintah. Baik dari rencana tata ruang, peraturan perpajakan, bahkan peraturan daerah setempat. Oleh karena itu pasar properti cenderung harus selalu dirangsang lewat kebijakan-kebijakan yang mendukung. Beberapa paket kebijakan yang disiapkan sebagai amunisi lanjutan untuk menstimulus pasar properti seperti BI 7 Days Repo-Rate, Loan to Value, hingga tax amnesty diharapkan dapat meningkatkan gairah pasar properti di Indonesia pada tahun ini.  Semoga!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventy one − = 61